Observasi Mahasiswa Fakultas Hukum UNIPMA Mengenai Pengelolaan Sampah di wisata Telaga Sarangan Magetan
Madiun — Kami, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas PGRI Madiun (UNIPMA), melaksanakan observasi lapangan di kawasan wisata Telaga Sarangan Kabupaten Magetan dengan fokus utama pada pengelolaan sampah sebagai bentuk implementasi hukum lingkungan di ruang publik. Kegiatan ini dilakukan untuk mengkaji sejauh mana pengelolaan sampah di kawasan wisata buatan tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Observasi dilaksanakan oleh Katheryna Bunga Prastiwi (2306101001), Metika Kafitoh Ilma (2306101002), Revalya Ayu Patricia Nuraga (2306101007), dan Dea Ananda Suhendika (2306101017) untuk memenuhi tugas observasi mata kuliah hukum lingkungan di bawah bimbingan Dr. Sulistya Eviningrum, S.H., M.H. Metode yang digunakan meliputi pengamatan langsung kondisi kebersihan kawasan, ketersediaan dan fungsi tempat sampah terpilah, serta pola perilaku pedagang dan pengunjung dalam membuang sampah.
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 01 Desember 2025, kami telah melaksanakan observasi studi kasus tata kelola objek wisata Telaga Sarangan yang berada di Kelurahan Sarangan, difokuskan pada peran sentral Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Magetan. Secara fungsional, ditemukan adanya mekanisme pengelolaan yang sentralistik di mana seluruh pendapatan (income) dari tiket masuk sepenuhnya masuk ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) melalui Disparbud. Sentralisasi pemasukan ini menimbulkan masalah utama pada kontribusi lokal, di mana manfaat ekonomi dan bagi hasil (benefit sharing) tidak dirasakan sama sekali oleh masyarakat Kelurahan Sarangan, meskipun mereka telah berpartisipasi dalam aspek non-ekonomi, seperti pengelolaan sampah. Mengenai isu lingkungan, meskipun Telaga Sarangan memiliki inisiatif akar rumput yang baik, seperti Bank Sampah yang dikelola pemuda dan kontribusi warga ke TPS 3R Singolangu, efektivitasnya terhambat oleh koordinasi horizontal yang sulit antara Disparbud dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta koordinasi vertikal yang belum penuh dengan Kelurahan. Sementara itu, di aspek legalitas, Disparbud memiliki kekuatan legalitas penuh (surat izin dan dokumen berwenang), yang memperkuat dominasinya dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini diperburuk oleh keberadaan peraturan adat atau kesepakatan lokal yang sudah berjalan lama namun tidak memiliki legalitas formal (Perdes), menjadikannya lemah dan rentan berbenturan dengan kebijakan formal Disparbud. Kompleksitas tata kelola juga terlihat dari keterlibatan BBWS Bengawan Solo dalam pengawasan kualitas air telaga. Guna mengatasi masalah ketidakseimbangan, fragmentasi koordinasi, dan dominasi legalitas ini, direkomendasikan secara spesifik adanya Community Fee sebagai bagian dari Benefit Sharing yang ditransfer langsung ke Kelurahan, pembentukan Joint Task Force antar-dinas (Disparbud, DLH, Kelurahan) untuk mengatasi sampah, dan formalisasi aturan adat menjadi Perdes agar memiliki kekuatan hukum yang sah.
#HukumLingkungan #WisataSarangan #Magetan #CagarBudaya #Ekowisata#UNIPMA #FHUNIPMA#GloriaJustitia
